6 Oktober 2025. Disalin dari buku jurnalku, dengan modifikasi.
Entahlah, kebanyakan sosial media pada saat ini tengah berlomba-lomba untuk mendapatkan atensi dari para penggunanya agar bisa berlama-lama berada di sosial media ini
Semua mulai terasa semenjak Tiktok menguasai platform sosial media dengan formasi video berdurasi pendek. Kemudian, sosial media lain pun ikut mengadaptasi format video pendek vertikal dan menyajikan konten yang menyesuaikan "For You Pages" dengan konten tak terhingga yang kemudian terciptanya istilah doomscrolling. Hingga saat ini, aku masih belum tertarik untuk menginstal dan bermain Tiktok di gawaiku.
Tidak hanya Tiktok, beberapa sosial media lain pun mempunyai fitur serupa, seperti Facebook dan Instagram dengan reels, Youtube dengan Youtube Shorts, bahkan e-commerce pun menggunakan format yang serupa untuk meningkatkan penjualan mereka.
Apakah hanya video pendek saja yang dipermasalahkan? Tidak.
Beberapa sosial media, terutama dari META (Facebook dan Instagram) pun tak luput dari pengalih distraksi untuk fokus. Mungkin tak jarang juga, yang awalnya ingin mencari A, malah berujung membaca atau melihat konten yang lain.
Instagram, dengan konten flexing memamerkan segala hal. Mulai dari pencapaian, harta, hingga pengalaman yang menyenangkan dengan teman-teman. Aku sendiri sebenarnya tidak masalah dengan hal ini. Toh, sosial media orang ini. Orang-orang bebas memamerkan apa yang mereka mau. Aku bisa saja turut senang, dan menikmati update dari teman-temanku.
Namun, semakin kesini, semakin sedikit yang bisa kunikmati disini. Saat ini, Instagram banyak mensugestikan konten rage bait dari 'influencer', konten berita dengan formasi template dari 'homeless media' yang hanya memberikan click bait dengan foto yang kadang tidak relevan serta judul artikel segede gaban di bawah. Belum lagi para buzzer yang meramaikan komentar dan memperkeruh interaksi. Terkadang, aku cukup terganggu dengan fitur repost yang berada di linimasaku. Meskipun aku tidak bisa menghilangkan fitur repost dari para mutualku, untungnya di Instagram sendiri terdapat fitur menghilangkan suggested post yang terdapat di preferensi konten di linimasaku. Juga, Instagram bisa mengatur linimasa berdasarkan kronologikal waktu, meskipun terkadang ada post yang baru tiba di linimasaku setelah 1 hingga 2 minggu dipost.
Sejujurnya, aku memiliki masalah dengan penyakit scroll fesnuk gila. Facebook menjadi sosial media yang palugada. Mulai dari grup dengan hobi atau minat yang serupa, marketplace untuk menjual beli barang, post panjang, album, bahkan meme lucu. Menurutku, kebanyakan meme disini terasa fresh dan memiliki meta sendiri. Salah satunya meme ajakan Salat Jumat yang terus berkembang melebihi kemajuan negara ini
Terkadang, aku hanya ingin melihat update dari teman-temanku, informasi dari gim yang kumainkan, mencari informasi yang berguna, hingga melihat barang-barang bekas yang dijual. Jangan salah, aku mendapatkan smartband dari orang yang membuka lapak dan menjual mp4 playerku melalui marketplace ini.
Namun untuk saat ini, diberanda facebook-ku banyak disuguhi oleh konten-konten antah berantah yang tidak kuinginkan. Mulai dari emak-emak Facebook pro dan konten kreator yang kebelet FYP dan monetisasi konten, sponsored post yang tidak relevan, grup dengan nama aneh yang berisi konten rage bait, grup adu domba yang mendebatkan gim terbaik, fanpage berisi drama ga penting, video pendek berkualitas rendah, hingga cuplikan dari film atau animasi.
Esensi dari sosial media sendiri ialah untuk berinteraksi dengan teman online baik yang dekat maupun yang jauh. Namun sekarang, sosial media sendiri telah menghilangkan kata sosialnya, hanya media. Lalu apa bedanya dengan televisi?
Aku jadi teringat dengan surel yang kuterima dari Cal Newport berisi konten yang berjudul "Mengapa Internet Berubah Menjadi Televisi?" Disana terdapat satu hal yang menarik, yaitu membicarakan dokumen pengadilan yang membahas pengakuan Meta bahwa hanya 7% aktivitas di platform Instagram dan 17% aktivitas di platform Facebook yang melibatkan pengguna sosial media mengikuti orang yang mereka kenal.
Entah berapa lama ini akan bertahan, apakah aku akan meninggalkan sosial media secara perlahan? Jari ini selalu saja bergerak dengan sendirinya mengakses sosial media. Disisi lain aku juga mempromosikan artikelku di sosial media, terdengar ironi bukan? Meskipun begitu, aku akan selalu berusaha dengan berbagai cara untuk melepaskan ketergantungan dari sosial media ini